Jumat, 22 April 2011

HEADLINE


Tahanan Polres Banggai Tewas
* COBA GANTUNG DIRI TAPI TEWAS DI PERJALANAN
PALU - Susanto Langkoro (19), tahanan kasus asusila di Polres Banggai nekad gantung diri dengan handuk di selnya, Senin (18/04) malam. Meski aksi nekad ini berhasil digagalkan petugas dan tahanan lain, namun Susanto akhirnya tewas saat perjalanan ke RS Luwuk.
Aksi nekad Susanto ini dilakukan saat tahanan lain sedang tidur. Dengan handuk pemberian orang tuanya, Susanto nekad menggantung diri. Namun, aksi ini ketahuan seorang tahanan yang langsung berteriak. Sejumlah polisi yang bertugas langsung mendatangi ruang tahanan.
“Anggota piket yang mendengar kejadian itu langsung mendatangi lokasi dan mencegah aksi korban,” kata Kapolres Banggai Ajun Komisaris Besar Agung Budijono, Selasa (19/04).
Polisi kemudian mencoba melarikan korban  menuju rumah sakit Luwuk. “Korban yang ditemukan dalam keadaan sekarat tewas dalam perjalanan menuju rumah sakit di Luwuk,” kata Kapolres.
Usai menjalani otopsi dan dinyatakan tidak ada tanda kekerasan, jasad korban dikembalikan kepada pihak keluarga di Desa Longkoga Timur, Kecamatan Bualemo untuk dikebumikan.
Ihwal tewasnya Susanto ini dipertanyakan keluarganya. Yani, salah seorang keluarganya mengaku, saat dibesuk orangtuanya, Senin (18/04) siang, kondisi Susanto baik-baik saja. Kematian Susanto harus dipertanyakan karena karena saat dibesuk bapaknya di sel masih sehat-sehatsaja,” kata Yani.
Menurut Yani, kejanggalan kematian Susanto juga terlihat pada sekujur tubuhnya yang penuh dengan bekas lebam. Rusuk kanannya juga membengkak seperti bekas dari benturan benda tumpul. Ibu jari kaki kanan Susanto berwarna biru seperti bekas jepitan.
Kejengkelan keluarga Susanto juga dipicu tak adanya polisi yang menjaga jasad Susanto sebelum keluarga tiba di rumah sakit. "Susanto kan masih status tahanan, seharusnya ini masih tanggungjawab polisi. Nah kenapa tak satupun polisi berada di sini,” keluh Yani 
Informasi yang dihimpun media ini di RS Luwuk, Susanto telah meninggal saat tiba di UGD RS Luwuk. Susanto diantar sejumlah polisi dengan mobil patroli. Namun, sejumlah polisi ini langsung pergi setelah jasad susanto tiba.
Kapolres Banggai AKBP Moh. Agung Budijono membantah Susanto mendapat kekerasan dari anggota polisi, namun Susanto gantung diri  dengan handuk yang diikatkan di terali besi.
Kapolres juga membantah adanya tanda-tanda kekerasan seperti yang disampaikan keluarga korban, karena hasil visum menyatakan tak ada tanda-tanda kekerasan. Tidak benar kalau polisi melakukan kekerasan kepada Susanto, justru Susanto sebelumnya telah berupaya gantung diri dengan handuk. Hasil visum juga tidak ada tanda-tanda kekerasan di tubuh korban, tandas Kapolres.
Menurut Kapolres, pihaknya juga telah menawarkan otopsi untuk menghilangkan kecurigaan, namun ayah Susanto menolak. Alasannya, sang ayah tak tega melihat jasad anaknya dibelah. “Keluarga korban sudah membuat surat pernyataan untuk tidak menuntut lagi,” jelas Kapolres.
Susanto baru tiga hari ditahan di Markas Polres Banggai. Ia dilaporkan orangtua kekasihnya karena tuduhan cabul. (YAMIN/ICHAL)
--------------------------------------------------------------------------------------
KORBAN PENEMBAKAN
Ratusan Pelayat Hadiri Pemakaman Wandi
PALU - Pemakaman korban tertembak Wandi Ariatmo (12 tahun) oleh rekannya sendiri, di pemakaman keluarga jalan Cenderawasi Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) dihadiri ratusan pelayat hingga mengakibatkan rumah duka di jalan Kasuari, Selasa, penuh sesak.
Selain masyarakat umum dan beberapa guru di SDN Biro, tempat Wandi sekolah, juga hadir beberapa anggota polisi antara lain, Wakapolres Palu Kompol Yudi Gunawan, Kasat Narkoba Polres Palu AKP Mohammad Djufri, dan Kapolsek Palu Selatan Kompol Taufik Lamakarate.
Sebelum jenazah diantar ke pemakaman, Kompol Yudi Gunawan memberi sambutan mewakili institusi Polres Palu. Yudi Gunawan menyampaikan permohonan maaf atas peristiwa tertembaknya Wandi Ariyanto yang dilakukan oleh GA, putera seorang anggota Polri yang sehari-harinya bertugas di satuan narkoba Polres Palu.
Antara mewartakan, saat jenazah selesai dimandikan, isak tangis dari keluarga korban menyeruak dari dalam rumah berdinding papan. Sebagian pelayat yang hadir juga tidak kuasa menahan air mata mereka.
Wandi yang sebelumnya masih sempat mengikuti ujian sekolah, terbujur kaku setelah sebuah peluru menembus kepalanya. Ia hanya bertahan tujuh tajam setelah dirawat di rumah sakit Bhayangkara Polda Sulteng.
Ayah korban, Rahman tampak masih trauma dan memilih tidak berkomentar apa pun. Saat putera tertuanya itu tertembak, Rahman sedang berada di Makassar, Sulawesi Selatan.
Saat menuju ke pemakaman Rahman ditemani putera keduanya, Rusli. Sementara ibu korban, Mirna dan putera bungsunya, Wahyu hanya menunggu di rumah bersama keluarga lainnya. Mirna juga tampak masih trauma.
Suasana duka tampak menyelimuti rumah Wandy di Jalan Kasuari, Birobuli, Palu Selatan saat mobil jenazah mengantar jasadnya menuju peristirahatan terakhir.
Mirna  (35) tertunduk dengan wajah penuh air mata. Sesekali ia menatap dengan pandangan kosong ke jenazah anak sulungnya yang terbungkus kain kafan bernoda merah.
Perasaan kehilangan jelas tergambar di wajahnya, namun ia ikhlas.  “Kami sekeluarga merasa sangat kehilangan, semua ini merupakan takdir Tuhan yang harus kami terima dengan perasaan ihklas. Mudah-mudahan menjadi pelajaran berharga bagi kita semua, terutama yang melakukan kelalaian sehingga peristiwa ini terjadi,” kata Mirna.
Kesedihan juga tergambar dari wajah puluhan siswa kelas VI dan guru Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Birobuli yang datang ke lokasi usai mengikuti prosesi ujian kelulusan di hari kedua. Mereka tidak menyangka hari pertama ujian di sekolah tersebut pada Senin, merupakan kesempatan terakhir mereka bertatap muka dengan Wandy yang dikenal periang. “Kami tidak percaya Wandy pergi secepat itu, dia adalah anak yang aktif saat mengikuti kegiatan belajar mengajar di dalam kelas,” kata Kepala Sekolah SDN Negeri 2 Birobuli Lahanto.
Riyan (12), teman sekolah korban yang menyaksikan langsung penembakan yang dilakukan  GA menggunakan pistol milik ayahnya Bripka Guntur hingga kini masih trauma. “Gian keluar dari kamarnya dengan membawa pistol ayahnya, dia bilang dia jago menembak, dia sempat kasih keluar peluru dari dalam pistol, tapi pas dia tembak masih ada peluru yang tertinggal,” kata Riyan.
Saat ini orang tua pelaku Bripka Guntur menjalani proses pelanggaran disiplin Polri di Bidang Propam Polda Sulteng, sementara pelaku  GA yang masih di bawah umur belum dapat memenuhi panggilan polisi karena masalah psikologi.
“Kepolisian belum bisa meminta keterangan resmi kepada pelaku yang masih di bawah umur karena masalah psikologi,” kata Kapolres Palu Ajun Komisaris Besar Polisi Deden Garnada, Selasa. (BANJIR/HADY)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar