Jumat, 22 April 2011

LEMBAH PALU


BATAS PETOBO-BIROBULI TAK JELAS
Warga Ancam Patok Sendiri
PALU – Batas wilayah Kelurahan Petobo dengan Kelurahan Birobuli Selatan Kecamatan Palu Selatan hingga kini belum jelas. Permasalahan tersebut telah terjadi sejak 20 tahun lalu. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kelurahan Petoba telah berusaha memediasi warga dengan pemerintah untuk mendapatkan kejelasan letak trapal batas dua kelurahan itu.
Hal ini juga disampaikan saat temu konstituen dengan pihak DPRD Dapil Palu Selatan. Pihak DPRD Dapil Palu Selatan telah disampaikan dalam forum program Jaring Kelompok Penagih Janji (JKPJ) yang diinisiasi PBHR Sulteng.
“Kami sudah beberapa kali melakukan pertemuan dengan pihak Kecamatan dan DPRD Kota Palu, namun DPRD malah menyuruh kami kembali ke Kecamatan. Lalu dari kecamatan, kami diarahkan ke Tata Pemerintahan (Tapem) Walikota Palu. Namun lagi-lagi kami disuruh kembali ke kecamatan,” kata anggota LPM Kelurahan Petobo, Suharto kepada wartawan di Kantor Perhimpunan Bantuan Hukum Rakyat (PBHR) Sulteng, Selasa (19/4).
Akibat ketidakjelasan perbatasan, warga yang bermukim di Jalan Tanggul yang menjadi daerah perbatasan bingung menentukan sebagai warga Petobo atau Birobuli. “Beberapa waktu lalu, seorang warga di Jalan Tanggul membayar pajak PBB di Petobo, namun akhir-akhir ini diketahui, namanya sudah menjadi wajib pajak di Kelurahan Birobuli Selatan,” katanya.
Tak hanya itu, sejumlah tapal batas juga masih menjadi keluhan warga, seperti tapal batas Kelurahan Petobo dengan Kelurahan Kawatuna. ”Kami juga belum mendapat kejelasan soal perbatasan antara Kelurahan Petobo sendiri dengan daerah di sekitar Kabupaten Sigi yakni Dusun Parovo Desa Loru, Desa Ngatabaru dan Mpanau. Itu belum diketahui masuk Kota Palu atau Kabupaten Sigi,” ujar Suharto.
Dia meminta Pemerintah Kota Palu secepatnya mengambil tindakan untuk memberi ketegasan mengenai batas-batas wilayah tersebut. Sebab kata dia, masyarakat di Kelurahan Petobo sudah berkomitmen, jika dalam dua pekan kedepan belum ada kejelasan dari pemerintah, maka mereka akan turun langsung mematok batas-batas dengan wilayah lainnya.
”Jika ini terjadi maka akan berdampak konflik, karena pihak lain akan keberatan jika sampai terjadi kesalahan saat mematok batas wilayah. Kita tidak inginkan hal ini terjadi,” harapnya.
Direktur PBHR Sulteng, Muhammad Masykur mengatakan, pihak pemerintah baik Kota maupun Provinsi secepatnya mengambil langkah. Demikian juga dengan pihak pemerintah Sigi sebelum terjadi konflik antar warga. (RIFAY)
---------------------------------------------------------------------------

TAMBANG POBOYA
Pemkot Susun Strategi Tata Kawasan
PALU – Pemerintah Kota (Pemkot) Palu, terus menyusun strategi untuk menata kawasan pertambangan emas di Kota Palu, mengacu pada Memorandum of Understanding (MoU) antara PT Cipta Palu Mineral (CPM) dan Pemkot. Dalam rapat koordinasi menghadirkan sejumlah pejabat terkait di ruang kerja Walikota Palu H Rusdy Mastura kemarin (19/4), walikota meminta tim yang ditugaskan, agar segera membuatkan regulasi, bukan hanya mengatur tentang keberadaan tromol pengolah emas, namun juga mengatur tentang teknis penambangan di kawasan pertambangan emas.
“Harus ada aturannya bagi yang punya tromol dan yang ingin membangun tromol di sana. Khususnya menyangkut persoalan izinnya. Kedepan yang memberikan izin itu Pemerintah Kota Palu. Pokoknya semua aktivitas yang dilakukan di kawasan tambang harus sepengetahuan pemerintah kota. Harus kita atur juga bagaimana kalau melakukan penambangan di sana. Ada aturannya, misalnya berapa meter kedalamannya,” kata walikota.
Dalam arahannya, walikota meminta tim yang ditugaskan segera mengadakan pertemuan kembali membahas secara teknis mengenai aturan-aturan tersebut. Walikota menginginkan, sebelum pertemuan dengan Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) Sulteng Jumat mendatang (22/4), langkah-langkah strategis untuk menata kawasan pertambangan emas di Kota Palu mengacu pada MoU antara PT CPM dan Pemkot, telah disiapkan.
“Saya ingin dalam pertemuan dengan Kapolda nanti, langkah-langkah penataan kawasan tambang sudah kita siapkan,” katanya.
Walikota menginginkan, pengelolaan tambang di kawasan pertambangan emas di Kota Palu, dapat dilakukan dengan baik dan ramah lingkungan. Walikota berharap, kedepan ada cara pengolahan emas yang tidak lagi menggunakan bahan kimia. Sehingga tidak berdampak buruk bagi masyarakat yag bermukim di sekitar kawasan pertambangan.
“Yang saya inginkan rakyat aman, silakan saja menambang, tapi aktivitas CPM juga tetap berjalan. Jadi bisa jalan sama-sama,” tandasnya.
Walikota berharap, keberadaan forum dan satuan tugas (Satgas) Bantuan Keamanan Desa (Bankamdes) di kelurahan-kelurahan yang masuk dalam kawasan pertambangan, dapat optimal dan berperan aktif untuk menciptakan suasana yang kondusif di kawasan pertambangan emas di Kota Palu. Walikota juga berharap, corporate social responsibility (CSR) yang disiapkan PT CPM, dapat bermanfaat untuk mewujudkan suasana tersebut. Sehingga aktivitas pertambangan di kawasan pertambangan emas di Kota Palu, dapat sesuai yang diharapkan. (Irma)
------------------------------------------------------------------------------------------

SOAL DANA SERTIFIKASI GURU
DPPKAD Janji Segera Dibayarkan
Sigi – Sekretaris Dinas Pendapatan Pengelolaan Kekayaan dan Aset Daerah (DPPKAD) Pemkab Sigi Anus Latjinala Senin (18/04) mengatakan, pembayaran sertifikasi guru yang pembayarannya terlambat hingga saat ini dalam waktu dekat sudah dapat diserahakan melalui rekening masing-masing.
Anus menegaskan, bila transfer dana dari pusat sudah masuk ke kas daerah dengan cepat, maka Pemkab Sigi melalui DPPKAD sudah akan mentranferkan lagi ke rekening para guru-guru yang menerima sertifikasi itu. ”Kita tinggal menunggu transfer dari pusat. Bila transfer itu sudah masuk ke kas daerah maka dalam minggu ini para guru sudah bisa menarik pembayaran sertifikasinya di rekening masing-masing,” ujarnya.
Keterlambatan ini kata dia, ada beberapa hal yang harus di sertakan lagi sehingga perlu proses dan saat ini PMK-nya sudah turun, tinggal menunggu Diikpora Sigi untuk memasukan berkas Surat Permintaan Pembayaran (SPP), dan SPP tersebut akan dibayarkan selama 5 bulan sejak tertunda dari bulan Nopember 2010 hingga Maret 2011.
“Dengan demikian para guru-guru yang menerima sertifikasi yang sudah tertunda hingga saat ini untuk sedikit bersabar lagi. Dalam persoalan itu pihak-pihak terkait tidak tinggal diam untuk mengupayakan agar proses tersebut segera diselesaikan. Sekali lagi tidak ada niat untuk menahan pembayaran sertifikasi itu yang merupakan hak dan jerih payah para guru-guru yang sudah mengabdi selama ini,” terangnya.
Diketahui ratusan guru di Kabupaten Sigi yang menerima dana sertifikasi belum dibayarkan sejak bulan Nopember hingga Desember 2010.  Pemkab Sigi beralasan melalui dinas terkait masih dalam proses sehingga dana sertifikasi itu menyeberang hingga 2011. Karena dijanji-janji, para guru semakin gelisah. Upaya aksi yang dilakukan oleh guru untuk menuntut haknya sepertinya hanya sia-sia belaka. Sampai pertengahan Maret, belum juga ada kejelasan pencairan dana sertifikasi tersebut. (Hady)        
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

99,9 Persen Masyarakat Poboya Tolak CPM
PALU – Meskipun Memorandum of Understanding (MoU) terkait rencana eksploitasi telah ditandatangani antara Citra Palu Mineral (CPM) dengan Pemerintah Kota Palu, namun Masyarakat Penambang di Kelurahan Poboya tetap menolak. Bahkan  99.9 persen tetap menolak PT CPM masuk ke lokasi pertambangan Poboya.
Hal tersebut ditegaskan oleh Anggota Komisi III DPRD Kota Palu Sophian R Aswin  kepada sejumlah wartawan Selasa (19/4) di DPRD Kota Palu.
Menurut politisi PDI Perjuangan ini, sebagai wakil rakyat apapun aspirasi yang disampaikan ke pihak legislatif dia akan perjuangkan, termasuk penolakan masyarakat Poboya terhadap PT CPM. Meskipun sebenarnya hal tersebut melanggar aturan yang telah dikeluarkan oleh Menteri ESDM, tapi perlu juga dipahami bahwa masyarakat Poboya juga memiliki hukum adat tersendiri.  Apalagi sebagai masyarakat Poboya mereka hanya memperjuangkan hak-haknya sebagai tuan tanah.
“Tidak mungkin aspirasi masyarakat tidak saya perjuangkan, sementara mereka menginginkan agar pertambangan poboya hanya dikelolah oleh masyarakat secara tradisional, karena jika perusahaan telah masuk secara otomatis hak-hak masyarakat akan tersingkirkan, itulah yang dikawatirkan masyarakat,” tegas Sophian.
Kata Sophian, apalagi selama ini setiap ada pertemuan mau pun penandatanganan MoU terkait rencana eksploitasi PT CPM, masyarakat tidak pernah dilibatkan. Sementara yang di kawatirkan masyarakat Poboya, janji-janji perusahaan selalunya tidak pernah ditepati dimana itu hanya ingin menenangkan hati masyarakat. Contohnya saja di Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Barat, dimana perusahaan menjanjikan akan memberikan 7 persen untuk kesejahteraan, namun tidak ada juga dipenuhi.
Namun sebelumnya Jumat (8/4) di Swissbel Hotel  antara Manajer Eksternal PT CPM Syahrial Suandi bersama Walikota Palu Rusdy Mastura menandatangani MoU yang berisikan, akan memberikan CSR lebih banyak kepada masyarakat di sekitar pertambangan. CSR yang diberikan, di antaranya menyangkut persoalan pendidikan, kesehatan dan ekonomi kerakyatan. (HAMSING)
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar