Jumat, 22 April 2011

Suara REDAKSI


Mentalitas Pengecut Polisi
Apa pun alasannya  kasus penyerbuan  di jalan Veteran, Palu Selatan  yang berakibat pengrusakan, tidak bisa diterima. Apa jadinya kalau aparat penegak hukum semisal polisi, justru sudah tak percaya hukum. Krisis kepercayaan di daerah ini sudah berada ditik nadir hanya karena ulah polisi yang main hakim sendiri.
Merusak Sembilan sepeda motor, melabrak siapa saja yang ada dijalan veteran pada saat kejadian dan melempari rumah warga adalah bukti bahwa polisi amat kekanak-kanakan bahkan lebih dari bertindak ala preman.
Tidak ada yang susah bagi institusi kepolisian untuk mencari seseorang yang diduga tersangkut dengan kasus hukum di daerah itu. Polisi punya seabrek intel, mata-mata dengan tingkat kecakapan dari mulai cara mendeteksi dan menangkap para pencuri ayam  hingga kasus kriminal  tingkat tinggi semacam terorisme. Tapi pertanyaannya mengapa instrument itu tak dilakukan pada kasus jalan Veteran?. Mengapakah yang dikedepankan adalah sikap sok kuasa?
Disinilah polisi harus bercermin. Sikap arogansi, main hukum kuda kayu kini bukanlah jamannya lagi. Sikap mentang-mentang sebagai aparat kepolisian lalu seenak perutnya melakukan apa saja yang dikehendaki termasuk menggasak sepeda motor warga.  Ini bukan jamannya lagi sok berkuasa.  Polisi harus tahu bahwa ada langit di atas langit.
Kasus ini membuat kita masih harus kritis terhadap intitusi kepolisian. Implikasinya adalah, bayangkara negera ini  masih perlu reformasi   instrumental, dan cultural agar polisi menjadi modern yang berlabel ''polisi sipil'' (civilian police). Itu berarti reformasi didinamisasi sehingga polisi berperan sebagai penegak hukum dan merespons secara profesional tuntutan-tuntutan yang berbeda dan bertentangan dengan berbagai segmen masyarakat.  
Kata kuncinya adalah hubungan antara polisi-masyarakat (police-community relation). Karena itu, polisi harus memperoleh kepercayaan dari masyarakat sehingga satu sama lain tidak mengambil jarak (reactions of distance), namun sebaliknya saling mendekat (reactions of closeness). Tanpa kedekatan, slogan Polri ''kami melayani dan melindungi'' tidak dapat diterima, sebaliknya dimaknai dan dicibir sebagai penghias bibir.
Dalam konteks  penyerbuan jalan Veteran, upaya membangun kepercayaan (trust building) yang menjadi desain besar Polri i tidak dapat diklaim telah berhasil, bahkan memunculkan koreksi besar. Barangkali system rekrutimen yang salah, atau  metode pendidikan polisi yang dianggap keliru. Selama ini sudah menjadi rahasia umum pada rekruitmen polisi, siapa yang banyak uangnya maka dia pasti lolos. Tak peduli apakah sang calon bayangkara itu punya mentalitas melayani atau menjadi seorang algojo menjadi urusan kemudian.
Sekali lagi, kita kritik polisi pada kasus jalan veteran karena kita masih mencintai institusi ini. Kita memimpikan adanya  polisi sipil  yang  ditandai dengan civility (kesipilan atau kesopanan) dalam menyelesaikan problem-problem kehidupan masyarakat (civility must be met with civility). Salam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar