Cuaca Ekstrim Turunkan Produksi Petani Kakao
*VIRUS SERANG PERTANIAN KAKAO DI POSO
PALU - Akibat perubahan cuaca secara ekstrim yang melanda hampir seluruh wilayah di tanah air, termasuk di Sulawesi Tengah telah menurunkan produksi petani kakao.
"Ya panen kali ini tidak sama seperti tahun sebelumnya," kata Rusdin (57), seorang petani kakao asal Desa Rahmat, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Selasa 19/4.
"Ya panen kali ini tidak sama seperti tahun sebelumnya," kata Rusdin (57), seorang petani kakao asal Desa Rahmat, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Selasa 19/4.
Ia mengatakan, dampak dari perubahan cuaca menyebabkan hasil panen petani di desa itu turun drastis.
Ia mencontohkan, pada panen tahun 2010, dalam satu hektar lahan kakao bisa menghasilkan sampai 10 karung biji kakao basah.
Hal senada disampaikan Marthen Sapan (53). Petani asal Dusun Kora, Desa Sejahtera, Kecamatan Palolo itu mengaku hasil panen tidak mengembirakan.
"Pokoknya panen kakao sekarang ini jauh menurun dibandingkan tahun lalu," katanya.
Pada panen baru-baru ini, ia hanya bisa mendapatkan tidak sampai satu karung biji kakao mentah. Padahal panen lalu bisa sampai enam karung sekali panen.
Pada panen baru-baru ini, ia hanya bisa mendapatkan tidak sampai satu karung biji kakao mentah. Padahal panen lalu bisa sampai enam karung sekali panen.
Penurunan hasil panen tersebut, kata Rusdin, dan Marthen dikarenakan pengaruh dari kondisi cuaca yang ekstrim. Perubahan cuaca yang tidak menentu menyebabkan bunga kakao banyak yang berguguran.
Selain curah hujan yang cukup tinggi, juga disertai dengan tiupan angin yang kencang. Akibatnya bunga kakao banyak yang gugur.
Sementara Kepala Bidang Pengembangan Usaha Perkebunan pada Kantor Dinas Perkebunan Sulteng Ir Mulyadi Hiola mengatakan, hasil panen petani kakao kali ini diperkirakan turun dibanding sebelumnya.
Sementara itu di Poso, poduksi kakao juga mengalami penurunan cukup drastis dari tahun-tahun sebelumnya. Produksi kakao tahun 2009 mencapai 27.175 ton biji kering, namun pada tahun 2010 produksi menurun tajam hanya sebanyak 10.000 ton atau menurun 40 persen. ‘’Penurunan produksi kakao ini akibat penyakit virus Vasculer Street Diabet,’’ sebut Sekeretaris Dinas Pertanian Perkebunan dan Kehutanan Poso, Suratno.
Menurutnya, virus vascular street diabet tersebut menyerang semua tanaman kakao diseluruh wilayah kecamatan di kabupaten Poso, terutama yang paling besar kebun kakao yang berada di wilayah Poso Pesisir bersaudara.
‘’Sebelum ada virus ini produksi kakao sangat-sangat menggembirakan,’’ ujar mantan Kepala Bidang di Badan Ketahanan Pangan Poso tersebut.
Suratno menjelaskan, sesuai data yang ada itu produksi kakao dalam satu hektar itu bisa mencapai 1,0,56 ton. Setelah terkenah penyakit maka produksinya dalam satu hektar menurun menjadi 400 kg. Hampir semua daerah mengalami hal serupa, dimana kebun kakao terkena penyakit yang belum ada obatnya tersebut.
‘’Virus ini menyerang tanaman-tanaman local dari daun mudah mulai dari pucuk hingga batang,’’ beber Suratno.
Ditanya langka-langka yang sudah dilakukan. Menurutnya, pihaknya telah melakukan sosialisasi terhadap para petani kakao serta mengadakan kegiatan seminar tentang pemberantasan penyakit kakao. (IWAN/ANTARA)
--------------------------------------------------------------------------------------------
TINGKATKAN KOMODITI LOKAL
CIDA Akan Kerjasama Dengan Pemerintah Sulteng
PALU- Canadian International Development Agency (CIDA) akan bekerjasama dengan pemerintah Sulteng melalui program Enhance Local Regional Economic Development (ELRED) atau pemberdayaan ekonomi lokal di daerah.
Rencananya, program tersebut akan mulai dijalankan pada akhir tahun ini. Meski begitu, Ketua Harian Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, Palu, Donggala, Prigi Moutong dan Sigi (Kapet Palapas), Hasan Haris, kepada media ini Selasa (19/4) mengatakan, saat ini melalui pihaknya, program tersebut coba disosialisasikan kepada masyarakat, melalui penjaringan kabutuhan di tingkat masyarakat bawah, terkait masalah dan rencana pengembangan ekonomi local.
“Kami hanya memfasilitasi Cida dalam pelaksanakan programnya. Yang menjadi pengambil keputusan ini adalah pemerintah daerah masing-masing kabupaten dan masyarakat,” katanya.
Menurutnya, program peningkatan ekonomi yang nantinya akan dilaksanakan adalah terkait komoditi unggulan yang ada di Sulteng, seperti kakao, rumput laut, kelapa dalam dan beberapa jenis komoditi lainnya. Sebelum masuk dalam tahap implementasi program kata dia, pihaknya mencoba melakukan penguatan kelembagaan di tingkat komunitas.
“Yang lemah di tingkatan kelompok ekonomi masyarakat ini adalah manajemen. Makanya, ini akan dipersiapkan, agar masyarakat bisa bersinersi dengan negara donor dalam implementasi program nantinya,” tambahnya.
Ia berharap, semua kabupaten/kota di wilayah Kapet Palapas bisa dijadikan pilot projek dalam program tersebut. Kata dia, saat ini pihaknya juga sementara memetakan wilayah-wilayah yang masuk dalam kawasan Kapet Palapas, sesuai potensi daerahnya, agar tidak salah kaprah.
“Kita harus menyiapkan dokumen terkait potensi wilayah dan kebutuhan masyarakat. Supaya pihak donor bisa mengetahuio, dan menyesuaikan itu dalam implemntasi nantinya,” katanya.
Untuk mensinergikan dengan rencana strategis pemerintah daerah dalam jangka panjang, ia mengaku telah mengirimkan visi misi dan sejumlah program strategis calon gubernur terpilih untuk dijadikan acuan bagi program tersebut. (Sahril)
--------------------------------------------------------------------------------------------------
PT Multistara Investasi 20 Triliun di Sulteng
PALU-PT Multistrada Arah Sarana, berencana akan menginvestasikan modal usahanya di Sulteng pada tahap awal sebesar Rp20 triliun. Investasi tersebut terkait rencana pembukaan Hutan Tanaman Industri (HTI) karet di beberapa wilayah di Sulteng.
Ketua Harian Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu, Palu, Donggala, Prigi Moutong dan Sigi (Kapet Palapas), Hasan Haris, kepada media ini Selasa (19/4) mengatakan, untuk wilayah Sulteng akan ditangani oleh anak perusahaan Miltistarada, yakni PT Colton Argo.
“Luasan lahan yang mereka butuhkan sedikitnya 200 ribu hektar. Ini tersebar di wilayah Sigi, Poso, Donggala dan Parigi Moutong. Namun yang paling besar luasannya di Parigi Moutong,” katanya.
Saat ini kata dia, semua proses masih dalam urusan izin penggunaan lahan di tingkat pemerintah kabupaten, dan perlu rekomendasi bupati masing-masing kabupaten yang wilayahnya masuk dalam kawasan yang akan dijadikan lokasi perkebunan. ia berharap prosesnya tidak terlalu lama, karena akan mempengaruhi minat investor.
Kata dia, lahan-lahan tersebut masih akan diklarifikasi oleh Balai Pemantapan Kawasan Hutan (BPKH). Jika klarifikasi lahan selesai, prosesnya akan dilakukan di tingkat provinsi, terkait rekomendasi gubernur, melalui Dinas Kehutanan.
“Sebenarnya ini bisa lebih cepat, cuman birokrasi kita masih terhitung lamban,” tambahnya.
Multistrada sendiri kata dia, adalah perusahaan multinasional yang berorientasi pada industry manufaktur, khususnya ban mobil dan ban motor. Perusahaan yang mempunyai industry di Jawa Barat tersebut rencananya, selain membuka perkebunan karet, rencananya juga akan membangun industry pengolahan di Sulteng. (Sahril)
Petani Sulteng Kehilangan Pendapatan Ratusan Miliar
PALU - Para petani kakao di Sulawesi Tengah setiap tahun kehilangan pendapatan dari hasil panen hingga ratusan miliar rupiah.
Ketua Asosiasi Fermentasi Kakao Indonesia (AFKI) pusat Syamsuddin Said, Selasa (19/4) mengatakan, tanpa disadari petani, setiap tahun mereka kehilangan penghasilan dari penjualan biji kakao mencapai ratusan miliar rupiah.
Menurut dia, jika petani memroses biji kakao melalui sistem fermentasi yang benar maka mereka bisa mendapatkan nilai tambah sebesar Rp3.000 per kilogram.
Pendapatan tersebut seharusnya bisa diraih petani, jika memang biji kakao yang dijual kepada pengumpul sudah dalam bentuk fermentasi.
"Itu selisih harga yang diperoleh dari penjualan biji kakao yang fermentasi dengan tidak," katanya.
Padahal, menurut Said, pada 2010 Sulteng mengekspor biji kakao ke sejumlah negara di kawasan Asia dan Amerika sebanyak 111.000 ton.
"Jika dikalikan dengan selisih harga biji kakao fermentasi Rp3.000 per kg, maka berapa miliar penghasilan petani yang tidak mereka nikmati,?"katanya.
Ini yang tidak diketahui oleh pemerintah dan juga para petani Sulteng, karena itu pemerintah dan semua pihak terkait di daerah ini agar secepatnya mengambil langkah agar biji kakao produksi petani yang diekspor sudah dalam bentuk fermentasi.
Ia optimistis, jika produk kakao yang menjadi unggulan ekspor Sulteng itu sudah dalam bentuk fermentasi, pangsa pasarnya semakin meluas.
Kalau selama ini baru tembus ke sejumlah negara di Asia dan Amerika, suatu saat jika sudah dikemas dalam bentuk fermentasi akan tembus pasaran Eropa.
Data Dinas Perkebunan Sulteng menyebutkan, luas areal tanaman kakao di provinsi ini mencapai 224.000 hektare, tersebar di 10 kabupaten. Sementara jumlah produksi pada 2010 sebanyak 120.000 ton, dan 111.000 ton diantaranya diekspor ke Malaysia, Singapura, China, dan Amerika. (ANTARA)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar