Pemprov Minta CPM Segera Beraktivitas
PALU - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tengah meminta agar PT Citra Palu Mineral (CPM) segera melakukan aktivitas terkait dengan rencana pertambangan molibdenum di Kabupaten Tolitoli.
"Kita tidak ingin jangan hanya karena konsesasi lahan dikuasai perusahaan, rakyat kita tidak bisa mengolah lahan sehingga jatuh miskin, "kata Asisten II Bidang Pembangunan Ekonomi Sekretariat Daerah Provinsi, Nadjib Godal di Palu, Kamis (14/4).
Dia mengatakan, jika CPM belum memanfaatkan lahan tersebut sebaiknya lahannya diciutkan sehingga lahan di luar konsesi CPM bisa dimanfaatkan rakyat di Tolitoli.
Selama CPM belum menciutkan lahannya maka lahan tersebut hanya akan menjadi lahan tidur. Sementara kebutuhan masyarakat akan lahan perkebunan semakin tinggi.
Menurut Nadjib salah satu masalah yang terjadi di Tolitoli saat ini, pemerintah daerah setempat mengeluarkan kawasan pertambangan di atas lahan konsesi CPM. "CPM tidak mau tahu masalah itu, yang jelas mereka juga punya dasar yang kuat," kata Nadjib.
Kelalaian Pemerintah Kabupaten Tolitoli kata dia karena saat itu Dinas Tolitoli belum memiliki Dinas Pertambangan dan Energi. Tetapi bukan berarti masalah tersebut tidak bisa diselesaikan.
"Memang keliru, tetapi bisa kita pikirkan kembali bagaimana solusinya," kata Nadjib.
"Memang keliru, tetapi bisa kita pikirkan kembali bagaimana solusinya," kata Nadjib.
Dia mengatakan sebelumnya sudah ada pertemuan pemerintah daerah bersama para pihak pemegang kontrak karya di Sulteng yang difasilitasi oleh Kementerian Energi Sumber Daya Mineral.
CPM sebagai pemilik kontrak karya kata Nadjib belum memikirkan kerjasama dengan perusahaan lain sebab saat ini masih dalam tahap eksplorasi. "Kemungkinan mereka bisa bekerjasama dengan pihak lain setelah eksploitasi nanti," katanya.
CPM sebagai pemilik kontrak karya kata Nadjib belum memikirkan kerjasama dengan perusahaan lain sebab saat ini masih dalam tahap eksplorasi. "Kemungkinan mereka bisa bekerjasama dengan pihak lain setelah eksploitasi nanti," katanya.
Menurut Nadjib pemerintah daerah bersama Kementerian ESDM akan mengevaluasi kembali seluruh kontrak karya yang berada di wilayah Sulteng.
Dia mengatakan, akibat adanya kontrak karya tersebut masyarakat kian terbatas dalam mengelola sumber daya alam di daerah ini.
"Saya katakan kepada mereka, jangan Anda miskinkan rakyat kami di Sulteng karena adanya kontrak karya itu," kata Nadjib. (ANTARA)
----------------------------------------------
Rencana Produksi Inco Menuai Kritik
PALU - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng mengkritik PT International Nickel Indonesia Tbk (PT Inco) yang berencana meningkatkan pertumbuhan produksi nikel dari rata-rata 73.000 metrik ton menjadi 90.000 metrik ton dalam beberapa tahun ke depan.
Divisi Riset dan Kampanye Jatam Sulteng, Syarifah via rilisnya, Kamis (14/4) menyatakan, berbagai masalah yang telah dilakukan PT Inco selama ini selalu tertutupi,. “Ada banyak masalah mengenai praktek pertambangan PT Inco yang menuntut pertanggungjawaban. Bahkan bila perlu, perusahaan ini sudah mesti dievaluasi,” tegas Ifa.
Pertama kata dia, sejak masuknya Inco di Indonesia belum ada peninjauan kembali terhadap KK perusahaan ini. Hal ini sekaligus menjadikan regulasi dalam sektor pertambangan menjadi kabur dan negara tidak memiliki posisi yang kuat.
”Ketidak-jelasan itu juga sampai pada posisi negara dalam proses produksi, membuat berjuta-juta ton nikel diangkut tanpa hasil yang signifikan,” kata Ifa.
Kedua lanjut Ifa, saat ini dunia sedang membicarakan respon perubahan iklim dibawah tema kehutana REDD. Ironisnya, jika agenda peningkatan produksi diatas dilakukan, maka dengan sendirinya PT Inco mengabaikan prinsip-prinsip kesepakatan internasional tersebut.
Menurutnya semua pihak paham, aktivitas pertambangan sangat esktraktif, membongkar hutan, dan menggali tanah untuk menghasilkan biji nikel. Jelas sekali, kehancuran lingkungan hidup akibat pembuangan emisi akan berdampak pada perubahan iklim. Selain itu, tambang dibeberapa lokasi menjadikan limbah mereka sangat berbahaya bagi kesehatan masyarakat.
”Ketiga, perusahaan ini juga bermasalah dengan penetapan kawasan KK di areal produksi masyarakat. Kasus ini dapat dijumpai Morowali, Bahomotefe, dan One Pute Jaya. Petani di dua desa ini menjadi terkatung-katung akibat klaim sepihak PT Inco, yang menduduki tanah itu berdasarkan alasan pernah melakukan eksplorasi sejak akhir tahun 1960-an. Padahal KK perusahaan ini diperbaharui kembali nanti pada tahun 1996,” pungkasnya.
Sebelumnya Inco telah menandatangani dua Memorandum of Understanding (MOU) secara terpisah masing-masing dengan perusahaan besi baja Baosteel Resources Co.Ltd dan PT Pan China International (PCI).
President & CEO PT Inco Tony Wenas kepada pers di Jakarta, Rabu mengatakan penandatanganan kedua MOU dalam upaya mendapatkan studi kelayakan final berkaitan dengan pembangunan pemrosesan nikel di Kabupaten Morowali.
Perseroan juga telah menyetujui dan mulai membangun jalan dari area deposit bijih nikel di Bahodopi menuju Sorowako. (RIFAY/ANTARA)
-----------------------------------------------
Sekjen Askindo: Kaji Kembai Bea Keluar Kakao
PALU - Sekretaris Jenderal Asosiasi Kakao Indonesia, Dakhri Sanusi, Kamis (14/4) meminta pemerintah mengkaji kembali kebijakan bea keluar ekspor kakao. Hal itu ia sampaikan dihadapan kelompok tani kakao di Kabupaten Donggala yang difasilitasi Bank Indonesia Palu.
“Selain kami meminta pemerintah untuk mengkaji kebijakan ini, kami juga telah meminta sebuah lembaga untuk melakukan kajian terhadap bea keluar ekspor,”ujarnya.
Menurut Dakhri, dari hasil kajian tersebut yang paling menerima dampak dari kebijakan tersebut yakni para petani, semisal harga kakao sekarang ditingkat pengumpul sebesar Rp 21.000/kg seharusnya mereka bisa menerima sebesar Rp 24.150/kg namun karena adanya potongan bea keluar sebesar 15% maka mereka hanya mendapatkan Rp.21.000/kg.
Ia mengatakan kebijakan tersebut jangan sampai mengorbankan petani mengingat pendapatan mereka sudah sangat kecil sementara harga kakao internasional telah dipatok sebesar USD 3.000/metrikton sementara eksportir tak mungkin menaikkan harga.
“Saya berkeliling Sulawesi untuk melihat kondisi kakao dan meminta agar kebijakan yang mereka keluarkan dapat membantu industri tanpa mengorbankan petani bila perlu kajian bisa memberikan masukan kepada pemerintah untuk dapat menentukan insentif kepada industri sehingga tidak berdampak pada petani,”pintanya.
Dakhri menyebutkan terdapat di Indonesia saat ini luas lahan perkebunan kakao mencapai 1,2 juta hektar dengan produksi mencapai 570 hingga 600 ribu ton/tahun dengan rata-rata produksi 500 kilogram/ha.
Tak hanya itu, Ia juga menambahkan selain persoalan tersebut petani kakao juga mengalami beberapa persoalan lainnya terkait mutu kakao yang selama ini dihasilkan oleh petani kakao lebih banyak tidak difermentasi yang mengakibatkan nilai jualnya berkurang dibandingkan dengan yang di fermentasikan.
“Kepemilikan lahan seluas satu hektar sangat sulit bagi petani untuk melakukan fermentasi olehnya kedepan penguatan kelembagaan petani menjadi hal yang cukup baik yang ditunjang dengan sarana produksi yang memadai,”tandasnya.
Sementara itu, Wuryanto deputi pemimpin Bank Indonesia Palu bidang ekonomi moneter sangat tertarik dalam mendorong petani kakao untuk lebih maju dengan memberikan bantuan baik secara teknis yang bekerjasama dengan DPD Askindo Sulteng termasuk menyalurkan dana cooperate social response(CSR) kepada kelompok tani di Desa Lumbumara Kecamatan Banawa Selatan Kabupaten Donggala yang mengelola lahan seluas 150 hektar.
“Kami selain mendorong petani rumput laut juga tertarik mendorong petani kakao mengingat potensi kakao di Sulteng merupakan komoditi ekspor utama bagi provinsi ini,”ujarnya.
Ekspor Kakao Sulawesi Tengah (Sulteng) Februari 2011 dengan nilai ekspor sebesar US$ 16,77 juta atau 64,82 % dari total nilai ekspor. Selama tahun 2011 kakao merupakan komoditi ekspor terbesar dengan nilai US$ 30,13 juta.(EGA)
---------------------------------------------
Harga Kakao di Tingkat Petani Turun
PALU - Harga biji kakao kering di tingkat petani di Sulawesi Tengah dalam beberapa hari terakhir ini turun dibanding sebelumnya.
Justus (45), seorang petani asal desa Tambarana, Kabupaten Poso, Kamis (14/4) mengatakan, harga kakao turun cukup tajam dari sebelumnya Rp22 ribu, kini tinggal Rp21 ribu/kg.
Akibatnya, kebanyakan petani di desa itu memilih untuk menahan stok, menunggu sampai harga kakao di pasaran kembali membaik. Padahal, katanya, saat ini sedagang memasuki masa panen raya kakao.
Hal senada juga disampaikan Zuklifi, seorang petani desa Tambu, Kabupaten Donggala. Ia mengaku harga kakao dalam tiga hari ini bergerak turun. Menurut dia, turunya harga kakao saat panen berlangsung cukup memukul petani.
Rendy, seorang pedagang pengumpul hasil bumi di Kota Palu membenarkan harga komoditas ekspor tersebut beberapa hari ini mengalami penurunan.
Para pedagang membeli saat ini rata-rata Rp21.800,00/kg atau turun dibandingkan sebelumnya sempat mencapai Rp22.000,00/kg.
Turunnya harga kakao disebabkan harga pembelian kalangan pengekspor di ibu kota provinsi ini turun. Harga kakao di tingkat pengekspor saat ini berkisar Rp22.000,00/kg atau hanya selisih Rp200,00 dengan pembelian pedagang pengumpul.
Ia mengatakan, naik-turunya harga kakao di pasaran sangat tergantung pada pembelian pengekspor.
Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi Sulteng Ali Landeng mengatakan, harga kakao selalu mengikuti perkembangan harga dunia.
Menurut dia, jika harga kakao di pasar internasional membaik, maka di pasaran dalam negeri juga ikut membaik, dan sebaliknya. Komoditi kakao masih merupakan produk ekspor andalan Sulteng tahun 2011 ini.
Pemprov Sulteng berharap volume ekspor biji kakao Sulteng 2011 meningkat dari sebelumnya. Pada tahun 2010 ekspor kakao Sulteng sebanyak 111.000 ton, menghasilkan devisa sebesar lebih dari 200 juta dolar AS.(antara)
bara nagila puramo pejabat ri daerah hi... eva i Nadjib Godal nombatudu CPM mompamulamo pokarajana... domo pekirisina berimba ngena todea mombarasai akibat penambangan eva niulina itu. Ri pikirina aga doi... aga doi... huuu... namata duita tano!
BalasHapus